Rabu, 08 November 2017

EPISTEMOLOGI: Cara Mendapatkan Pengetahuan yang Benar

A.     Jarum Sejarah Pengetahuan
Pada masyarakat primitif, perbedaan diantara berbagai organisasi kemasyarakatan belum tampak, yang diakibatkan belum adanya pembagian pekerjaan. Seorang ketua suku umpamanya, bisa merangkap hakim, panglima perang, penghulu yang menikahkan, guru besar atau tukang tenung. Sekali kita menempati status tertentu dalam jenjang masyarakat maka status itu tetap, kemanapun kita pergi, sebab organisasi kemasyarakatan pada waktu itu, hakikatnya hanya satu. Jadi, jika seseorang menjadi ahli maka seterusnya dia akan menjadi ahli.

Jadi, kriteria kesamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu dulu. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidak terdapat jarak yang jelas antara satu obyek dengan obyek yang lain. Antara ujud yang satu dengan ujud yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya abad penalaran (The Age of Reason) pada pertengahan abad XVII.

Dengan berkembangnya abad penalaran maka konsep dasar berubah dari kesamaan kepada pembedaan. Mulailah terdapat pembedaan yang jelas antara berbagai pengetahuan, yang mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan dan konsekuensinya mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan dibeda-bedakan paling tidak berdasarkan apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan.

Salah satu cabang pengetahuan itu yang berkembang menurut jalannya sendiri adalah ilmu yang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya terutama dari metodenya. Metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda dengan ngelmu yang merupakan paradigma dari Abad Pertengahan. Demikian juga ilmu dapat dibedakan dari apa yang ditelaahnya serta untuk apa ilmu itu dipergunakan.

Difrensiasi dalam bidang ilmu cepat terjadi. Secara metafisisk ilmu mulai dipisahkan dengan moral. Berdasarkan obyek yang ditelaah mulai dibedakan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Perbedaan yang makin terperinci ini maka menimbulkan keahlian yang lebih spesifik pula.Makin ciutnya kapling masing-masing displin keilmuan itu bukan tidak menimbulkan masalah, sebab dalam kehidupan nyata seperti pembangunan pemukiman manusia, maka masalah yang dihadapi makin banyak dan makin njelimet. Menghadapi kenyataan ini terdapat lagi orang dengan memutar jam sejarah kembali dengan mengaburkan batas-batas masing-masing displin ilmu. Dengan dalih pendekatan inter-displiner maka berbagai displin keilmuan dikaburkan batas-batasnya, perlahan-lahan menyatu ke dalam kesatuan yang berdifusi.

Pendekatan interdispliner memang merupakan keharusan, namun tidak dengan mengaburkan otonomi masing-masing displin keilmuan yang telah berkembang berdasarkan routenya masing-masing, melainkan dengan menciptakan paradigma baru. Paradigma ini adalah bukan ilmu melainkan sarana berpikir ilmiah seperi logika, matematika, statistika dan bahasa. Setelah perang dunia II muncullah paradigma “konsep sistem” yang diharapkan sebagai alat untuk mengadakan pengakajian bersama antar displin-keilmuan. Jelaslah bahwa pendekatan interdispliner bukan merupakan fusi antara berbagai displin keilmuan yang akan menimbulkan anarki keilmuan, melainkan suatu federasi yang diikat oleh suatu pendekatan tertentu, dimana tiap displin keilmuan dengan otonominya masing-masing, saling menyumbangkan analisisnya dalam mengkaji objek yang menjadi telahan bersama.

B.     Pengetahuan
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam manusia dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai pengetahuan. Pengetahuan berkaitan erat dengan kebenaran, apakah pengetahuan itu benar-benar benar atau tidak, untuk itu perlu dimengerti apa itu yang benar dan bagaimana manusia mengetahui kebenaran.

Pengetahuan memiliki tiga fungsi yaitu menjelaskan, meramalkan dan mengontrol. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut dapat dilakukan upaya untuk megontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak. Aristotales membagi kerja dasar intelektual ke dalam [1] memahami obyek, [2] membentuk dan memilah, [3] menalar dari sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang tidak diketahui.[1] Anasir itu membentuk suatu disiplin yang ditempuh oleh Aristoteles yang kemudian disebut “Logika”, yang oleh Aristoteles bertujuan untuk membuat dan menguji inferensi (kesimpulan keilmuan) (Noeng Muhadjir, 1999:23)

Menurut Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atauhasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai. Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.

Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal yang diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan manusia mempunyai pengetahuan adalah:
a.    Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup
b.    Mengembangkan arti kehidupan
c.    Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
d.   Mencapai tujuan hidup.

Ada beberapa jenis Pengetahuan yaitu:
a.    Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk kehidupan sehari-hari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
b.    Pengetahuan ilmiah atau Ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus, bukan hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas untuk mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
c.    Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman biasa.
d.   Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.

Pada suatu saat, manusia ingin mengetahui sesuatu tentang dirinya, dunia sekitarnya, oranglain, yang baik dan yang buruk, yang indah dan jelek, dan macam-macam lagi. Jika ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu dorongan dari dalam diri manusia yang mengajukan pertanyaan yang perlu jawaban yang memuaskan keingintahuannya. Dorongan itu disebut rasa ingin mengetahui.
Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Pengetahuan yang memuaskan manusia adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang tidak benar adalah kekeliruan. Keliru seringkali lebih jelek dari pada tidak tahu. Pengetahuan yang keliru dijadikan tindakan/perbuatan akan menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan malapetaka. Sasaran atau objek yang ingin diketahui adalah sesuatu yang ada, yang mungkin ada, yang pernah ada dan sesuatu yang mengadakan. Dengan demikian manusia dirangsang keingintahuannya oleh alam sekitarnya melalui indranya dan pengalamannya. Hasil gejala mengetahui adalah manusia mengetahui secara sadar bahwa dia telah mengetahui.
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
1.    Hakekat Pengetahuan
Ada dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat Pengetahuan:
-       Realisme, teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
-       Idealisme, teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental/psikologis yang bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya. Premis pokok adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta.
2.    Sumber Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
-       Empirisme, menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos= pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal: John Locke (1632 –1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume.
-       Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya adalah Rene Descartes (1596 –1650, Baruch Spinoza (1632 –1677) danGottriedLeibniz (1646 –1716).
-       Intuisi. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses pernalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
-       Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikannya (NabidanRosul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.

C.     Metode Ilmiah
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata “methos” yang terdiri dari unsur    kata berarti cara, perjalanan sesudah, dan kata “kovos” berarti cara perjalanan, arah. Metode merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah.

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode, menurut Senn, merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi ilmu tidak mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. Einstein menegaskan bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori yang menjembatani antara keduanya. Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar.

Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut:
1.    The correspondence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.
2.    The consistence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya terlebih dahulu.
3.    The pragmatic theory of truth. Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.

Dari tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.
Sedangkan nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu:
1.    Kebenaran wahyu
2.    Kebenaran spekulatif filsafat
3.    Kebenaran positif ilmu pengetahuan
4.    Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Karena itu, kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-rubah dan berkembang.
Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah :
a.    Metode Empirisme
Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Menurut John Locke (Bapak Empirisme Britania) berkata, waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong, dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indera. Akal merupakan sejenis tempat penampungan, yang secara prinsip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.

b.    Metode Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
-       Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
-       Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.

c.    Metode Fenomenalisme
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh David Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme. Menurut Kant, metode untuk memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal rasionalisme. Syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan yang baru. Menurutnya ada empat macam pengetahuan :
1.    Pengetahuan analisis a priori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang ada sebelum pengalaman.
2.    Pengetahuan sintesis a priori, yaitu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal yang biasanya terpisah.
3.    Pengetahuan analitis a posteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi sebagai akibat pengalaman.
4.    Pengetahuan sintesis a posteriori yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang mempersatukan dua akibat dari pengalaman yang berbeda.
Pengetahuan tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan memakai empirisme dan rasionalisme dalam metode fenomenologinya untuk memperoleh pengetahuan.

d.    Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.

e.     Metode Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Secara sederhana teori ilmiah harus memenuhi 2 syarat utama yaitu harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris

Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana rasionalisme dan empirisme berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif. Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah diajukan semua penjelasan rasional yang statusnya hanyalah bersifat sementara yang disebut hipotesis sebelum teruji kebenarannya secara empiris. Hipotesis, yaitu dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi.

Untuk memperkuat hipotesis dibutuhkan dua bahan-bahan bukti yaitu bahan-bahan keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesis tersebut dan hipotesis itu harus meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.

Menurut AR Lacey untuk menemukan kebenaran yang pertama kali dilakukan adalah menemukan kebenaran dari masalah, melakukan pengamatan baik secara teori dan ekperimen untuk menemukan kebenaran, falsification atau operasionalism (experimental opetarion, operation research), konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran, Metode hipotetico – deduktif, Induksi dan presupposisi/teori untuk menemukan kebenaran fakta

Kerangka berpikir yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
2.    Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mubgkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan bentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasrakan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
3.    Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4.    Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5.    Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu di tolak atau diterima. Seandainya dalam pengujian terdapat fakta-fakta yang cukup dan mendukung maka hipotesis tersebut akan diterima dan sebaliknya jika tidak didukung fakta yang cukup maka hipotesis tersebut ditolak. Hipotesis yang diterima dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya.

D.     Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan Ilmiah atau Ilmu (Science) pada dasarnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan berbagai metode. Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara objektif yang bertujuan untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap gejala dan fakta melalui observasi, eksperimen dan klasifikasi. Ilmu harus bersifat objektif, karena dimulai dari fakta, menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan pemikiran logik dan netral.

Secara defenitif, logika dapat dipahami sebagai studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang dipergunakan untuk membedakan penalaran yang lurus dari penalaran yang tidak lurus. Arti lain dari logika itu adalah pengetahuan dan keterampilan untuk berpikir lurus. Jadi logika itu berhubungan dengan kegiatan berpikir, namun bukan sekedar berpikir sebagaimana merupakan kodrat rasional manusia sendiri, melainkan berpikir lurus (E. Sumaryono, 1999:71). Dari defenisi itu jelas bahwa logika itu terkait dengan “jalan berpikir” [metode], dan memuat sejumlah pengetahuan yang sistematis dan berdasarkan pada hukum keilmuan sehingga orang dapat berpikir dengan tepat, teratur dan lurus. Artinya, ber-logika berarti belajar menjadi terampil. Karena itu kegiatan berlogika adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih skill berpikir seseorang.

Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.

Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam (1) Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial); (2) Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu); (3) Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat).


Dari ketiga jenis berfikir tersebut, cara berfikir yang sistematis merupakan cara untuk menghasilkan suatu pengetahuan ilmiah.
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RAGAM FOTO JURNALISTIK BESERTA CONTOH

1.   Spot Photo Kecelakaan Beruntun di Lampu Merah Buah Batu Kecelakaan beruntun yang melibatkan 2 mobil dan 1 sepeda motor ...